“Bro, gila ya harga Bitcoin sekarang! Temen gue cuan ratusan juta. Lo nggak ikutan?”
Saya yakin, pertanyaan itu atau variasinya pernah mampir di telinga Anda, mungkin saat lagi santai ngopi bareng teman di sore hari. Separuh diri Anda mungkin tertarik, membayangkan keuntungan yang bisa mengubah hidup. Tapi separuh diri yang lain berbisik ragu, “Tunggu dulu… ini halal nggak, ya?”
Kalau Anda merasakan dilema itu, tenang, Anda tidak sendirian. Saya pun pernah berada di posisi yang sama persis. Terjebak antara potensi cuan dan kekhawatiran akan prinsip syariah. Rasanya seperti berjalan di atas tali: salah langkah sedikit, bisa jatuh ke jurang yang tidak kita inginkan.
Kabar baiknya? Artikel ini saya tulis khusus untuk memandu Anda menyeberangi “tali” itu dengan selamat.
Mengurai Benang Kusut: Kenapa Sih Hukum Bitcoin Jadi Perdebatan Sengit?
Pertama-tama, kita harus paham kenapa topik ini begitu “licin”. Beda dengan emas atau properti yang wujudnya jelas, Bitcoin itu barang baru. Wujudnya digital, nilainya fluktuatif gila-gilaan, dan tidak ada bank sentral yang mengaturnya.
Para ulama di seluruh dunia pun perlu waktu untuk mengkajinya. Dalam Fikih Islam, untuk menentukan hukum sesuatu yang baru (apalagi serumit ini), ada beberapa “filter” utama yang harus dilewati. Nah, Bitcoin sering tersandung di tiga filter utama ini: Gharar, Maysir, dan Riba.
Tenang, jangan pusing dulu sama istilahnya. Anggap saja ini 3 “monster” yang harus kita kalahkan.
Gharar (Ketidakpastian Ekstrem):
Gharar itu seperti Anda membeli “kucing dalam karung”. Anda bayar, tapi tidak tahu pasti kucing jenis apa, sehat atau tidak, jantan atau betina. Ada unsur ketidakjelasan yang bisa merugikan salah satu pihak.
Para kritikus berpendapat bahwa volatilitas harga Bitcoin yang super tinggi dan kurangnya pemahaman tentang teknologi di baliknya menciptakan unsur gharar yang kental. Hari ini bisa Rp 1 Miliar, besok bisa Rp 800 juta. Ketidakpastian inilah yang menjadi sumber kekhawatiran.
Maysir (Perjudian):
Maysir itu intinya untung-untungan tanpa analisis. Seperti melempar koin: kalau keluar gambar, Anda dapat Rp 100 ribu, kalau angka, Anda kehilangan Rp 100 ribu. Tidak ada nilai produktif yang tercipta.
Jika seseorang membeli Bitcoin hanya dengan niat “tebak-tebakan harga” tanpa riset, berharap cepat kaya dalam semalam, maka aktivitasnya sangat dekat dengan perjudian. Inilah yang diharamkan. Namun, jika didasari analisis fundamental (misalnya, melihat adopsi teknologinya), apakah masih bisa disebut judi? Nah, di sinilah perdebatannya.
Riba (Bunga/Tambahan yang Disyaratkan):
Ini yang paling jelas. Anda pinjam uang Rp 1 juta, syaratnya harus kembali Rp 1,1 juta. Kelebihan Rp 100 ribu itulah riba.
Aktivitas jual-beli Bitcoin (spot trading) pada dasarnya tidak mengandung riba. Anda menukar Rupiah dengan Bitcoin, seperti menukar Rupiah dengan Dolar. Namun, riba bisa muncul pada fitur-fitur turunan seperti Margin Trading (pinjam dana dari bursa untuk trading), Lending/Staking tertentu yang memberikan imbal hasil tetap seperti bunga bank.
Karena tiga potensi masalah inilah, lahirlah berbagai pandangan dan fatwa.
Fatwa MUI tentang Bitcoin: Haram, Halal, atau Abu-abu?
Nah, ini dia pertanyaan pamungkasnya. Bagaimana sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai rujukan utama di negeri ini?
Banyak yang salah kaprah dan hanya menyimpulkan “MUI mengharamkan kripto“. Padahal, fatwanya jauh lebih detail dari itu. Berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII pada November 2021, poin kuncinya adalah:
Bitcoin Sebagai Mata Uang (Currency): HUKUMNYA HARAM.
Alasannya: Karena mengandung gharar, dharar (merugikan), dan tidak memenuhi syarat sil’ah (komoditas/aset) yang sah secara syariah. Selain itu, sebagai mata uang, ia tidak diakui oleh Bank Indonesia dan berpotensi membahayakan kedaulatan moneter.
Bitcoin Sebagai Aset/Komoditas untuk Diperdagangkan: HUKUMNYA… BERSYARAT!
Ini bagian yang paling sering dilewatkan! MUI menyatakan bahwa kripto sebagai komoditas/aset bisa saja halal untuk diperjualbelikan JIKA memenuhi syarat-syarat syariah. Apa saja syaratnya?
Ada underlying asset yang jelas (memiliki nilai atau proyek di baliknya).
Ada manfaat yang jelas (manfa’ah ma’lumah).
Tidak bertentangan dengan prinsip syariah lainnya (bebas dari gharar, maysir, riba).
Sah diperdagangkan menurut regulasi negara (di Indonesia diatur oleh BAPPEBTI).
Jadi, kesimpulannya bukan hitam-putih. MUI menutup pintu Bitcoin sebagai mata uang, tapi masih membuka jendela untuk Bitcoin sebagai aset investasi, dengan catatan dan syarat yang sangat ketat. Inilah yang menjadi pegangan kita.
Jadi, Gimana Caranya Investasi Bitcoin yang Insya Allah Halal? Panduan 3 Syarat Kunci
Oke, sekarang bagian paling praktisnya. Setelah memahami teori dan fatwanya, bagaimana kita menerapkannya? Anggap ini adalah checklist investasi Bitcoin syariah Anda.
Syarat Kunci #1: Luruskan NIAT dan Mindset
Ini adalah fondasi dari segalanya. Tanyakan pada diri sendiri: “Kenapa saya mau beli Bitcoin?”
Mindset yang SALAH (Menjurus Haram):
“Ikut-ikutan teman yang lagi cuan.”
“Mau cepat kaya, tebak-tebak harga naik atau turun.”
“FOMO, takut ketinggalan kereta.”
Ini adalah mindset maysir (judi).
Mindset yang BENAR (Menuju Halal):
“Saya melihat Bitcoin sebagai teknologi penyimpan nilai jangka panjang, mirip seperti ‘emas digital’.”
“Saya ingin melakukan diversifikasi aset untuk melindungi nilai kekayaan dari inflasi.”
“Saya sudah melakukan riset, paham risikonya, dan hanya menggunakan ‘uang dingin’.”
Ini adalah mindset seorang investor, bukan spekulator.
Syarat Kunci #2: Fokus Pada Aset yang Jelas & Hindari Fitur Haram
Tidak semua yang ada di dunia kripto itu sama.
Pilih Aset yang “Dewasa”: Fokuslah pada aset kripto yang sudah terbukti, punya rekam jejak panjang, adopsi luas, dan teknologi yang jelas seperti Bitcoin (BTC) atau Ethereum (ETH). Hindari meme coin atau koin-koin micin yang tidak punya fundamental jelas, karena ini sangat kental dengan unsur gharar dan maysir.
LAKUKAN HANYA SPOT TRADING: Spot trading adalah aktivitas jual-beli paling dasar. Anda beli Bitcoin dengan Rupiah, dan Bitcoin itu masuk ke dompet digital Anda. Selesai. Ini seperti jual beli biasa.
HINDARI FITUR INI (POTENSI RIBA & GHARAR TINGGI):
Futures/Derivatives: Ini adalah kontrak tebak harga di masa depan, bukan membeli asetnya langsung. Sangat spekulatif dan haram.
Margin Trading: Trading menggunakan dana pinjaman dari bursa. Jelas mengandung unsur pinjaman berbunga (riba).
Lending/Staking dengan Imbal Hasil Tetap: Jika ada platform yang menjanjikan “Titip Bitcoin Anda, dapat bunga pasti 5% per tahun,” ini sangat menyerupai riba. Berhati-hatilah dan kaji lebih dalam skemanya.
Syarat Kunci #3: Gunakan Platform Legal & Tunaikan Kewajiban Zakat
Pilih Bursa yang Terdaftar di BAPPEBTI: Di Indonesia, perdagangan aset kripto diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Menggunakan platform yang legal dan diawasi pemerintah adalah bagian dari memenuhi syarat kepatuhan pada aturan negara (ta’at pada ulil amri), sekaligus memberikan lapisan keamanan bagi dana Anda.
Jangan Lupakan Zakat: Jika aset Bitcoin Anda sudah mencapai nishab (setara 85 gram emas) dan bertahan selama satu haul (satu tahun hijriah), maka Anda wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2.5%. Ini adalah pembersih harta dan pengingat bahwa semua kekayaan hanyalah titipan.
Jadi, Apa yang Harus Anda Lakukan Sekarang?
Kita sudah berjalan jauh, dari membahas kebingungan di warung kopi hingga membedah fatwa dan panduan praktis. Sekarang bola ada di tangan Anda.
Hukum Bitcoin dalam Islam bukanlah hitam atau putih, melainkan abu-abu dengan panduan yang jelas. Ia bisa menjadi haram jika dilakukan dengan cara berjudi, dan insya Allah bisa menjadi halal jika diposisikan sebagai aset investasi dengan niat, cara, dan platform yang benar.
Berikut adalah rekomendasi aksi saya, sesuaikan dengan profil Anda:
Jika Anda Tipe Sangat Hati-hati (Konservatif): Jika setelah membaca ini Anda masih merasa was-was dan tidak nyaman, jangan dipaksakan. Ketenangan hati adalah rezeki utama. Fokuslah pada instrumen investasi syariah yang sudah 100% jelas kehalalannya seperti Sukuk Ritel, Reksa Dana Syariah, atau Emas. Anggap pengetahuan tentang Bitcoin ini sebagai ilmu.
Jika Anda Tipe Penasaran & Siap Belajar (Moderat): Anda paham risikonya tapi juga melihat potensinya. Alokasikan porsi yang sangat kecil dari portofolio Anda (misal 1-3%), dan anggap ini sebagai “uang belajar”. Gunakan dana dingin yang siap hilang. Ikuti 3 syarat kunci yang sudah kita bahas dengan disiplin.
Jika Anda Tipe Paham Risiko (Agresif): Anda mungkin sudah familiar dengan investasi dan paham betul volatilitas. Pesan saya tetap sama: patuhi 3 syarat kunci tanpa kompromi. Jangan terbawa nafsu untuk menggunakan fitur-fitur yang syubhat (samar hukumnya) demi keuntungan sesaat. Ingat tujuan awal Anda berinvestasi secara syariah.
Pada akhirnya, perjalanan investasi adalah perjalanan personal. Semoga panduan lengkap ini bisa menjadi kompas Anda dalam menavigasi dunia kripto yang penuh tantangan sekaligus peluang ini.
Ada pertanyaan atau punya pandangan lain? Yuk, kita diskusi di kolom komentar!